Dari Standar Emas ke Beban Mati: Kemunduran Yayasan Crypto

Ketika Idealisme Bertemu Realita

Sebelas tahun lalu, ketika Yayasan Ethereum didaftarkan di Swiss, banyak yang menganggapnya sebagai model tata kelola sempurna untuk proyek crypto. Kini, di era ‘kegilaan multi-chain’, yayasan lebih menjadi batu sandungan daripada pencapaian.

Setelah menganalisis puluhan whitepaper, saya menemukan tiga kegagalan kritis:

1. Teater Tata Kelola: Banyak yayasan mempertahankan tampilan desentralisasi sambil memusatkan kekuatan sebenarnya. Contohnya transfer dana $1B Arbitrum tanpa persetujuan DAO.

2. Hilangnya Bakat Terbaik: Pengembang terbaik tidak ingin menghadiri rapat tata kelola tanpa akhir; mereka ingin membangun. Ini menciptakan sistem di mana mereka yang paling sedikit terlibat dalam pengembangan justru memiliki pengaruh besar.

3. Ketidakselarasan Insentif: Yayasan mengklaim melayani komunitas tetapi sering bertindak seperti hedge fund dengan krisis identitas.

Data Tidak Bohong

Analisis data proyek berbasis yayasan versus perusahaan:

• -23% kinerja token rata-rata untuk proyek yayasan vs benchmark industri dalam 12 bulan
• 47 hari waktu respons median untuk persetujuan hibah yayasan (vs 8 hari untuk perusahaan berbasis VC)
• $350k gaji tahunan rata-rata untuk direktur yayasan ‘independen’ yang tak pernah menulis Solidity

Pola ini jelas: apa yang dulunya dianggap etis kini menjadi birokrasi yang membelenggu.

Jalan ke Depan?

Laporan a16z baru-baru ini benar - kita menyaksikan matahari terbenam sebuah era. Tapi seperti yang diketahui trader yang baik, setiap matahari terbenam mendahului fajar. Mungkin model hybrid bisa muncul, atau DAO akan matang dan membuat keduanya usang. Satu hal pasti: di babak berikutnya crypto, yayasan bukanlah pemeran utama - mereka akan menjadi catatan kaki.